Dalam bahasa Baduy “Seba” berarti seserahan. Maka, Seba Baduy adalah ritual seserahan hasil bumi serta melaporkan berbagai kejadian yang telah berlangsung setahun terakhir di Suku Baduy kepada Ibu Gede dan Bapak Gede, yakni Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya dan Gubernur Banten Wahidin Halim. Inilah ungkapan rasa syukur masyarakat Baduy atas hasil panen yang telah mereka tuai dan keinginan untuk berbagi dengan sesama. Ritual ini ditengarai sudah berlangsung sejak sebelum zaman Kesultanan Banten.
Sebelumnya, masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar sudah terlebih dahulu melakukan ritual adat Ngawalu dan Ngalaksa. Ngawalu ialah ritual yang diadakan tepat pascamusim panen selama tiga bulan. Pada masa Kawalu ini kawasan wisata Baduy ditutup. Usainya periode Kawalu ditandai dengan ritual Ngalaksa. Pada saat inilah masyarakat Baduy Dalam maupun Baduy Luar mengadakan syukuran dengan saling berkunjung ke tetangga dan saudara, bersilaturahmi dan mengirimkan makanan sebagai ucapan syukur.
Menurutnya, cerita tentang masyarakat Baduy merupakan sesuatu yang sangat luar biasa. Ini menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi pariwisata Lebak. Salah satu keunikannya bahwa masyarakat Baduy tetap menjalankan tradisi dan adat istiadat secara utuh. Tetap bertahan dengan tradisi di tengah derasnya modernisasi dunia.
Kegiatan Seba Baduy diikuti ribuan masyarakat Baduy, baik Baduy Luar maupun Baduy Dalam. Warga Baduy Luar atau Baduy Pendamping akan mengenakan pakaian hitam dengan ikat kepala biru. Sementara warga Baduy Dalam atau Urang Jero memakai busana dan ikat kepala putih. Mereka akan berjalan kaki hingga ratusan kilometer. Acara ini selalu jadi daya tarik. Masyarakat dan pengunjung akan memadati sepanjang rute yang dilalui. Kami yakin, keunikan masyarakat Baduy mampu menjaring banyak wisatawan.